INVESTIGASI

Waduh, Tambang Emas Ilegal di Solok Selatan Mulai Lagi

41
×

Waduh, Tambang Emas Ilegal di Solok Selatan Mulai Lagi

Sebarkan artikel ini

Solok Selatan – Insiden tragis penembakan antar anggota polisi di Polres Solok Selatan yang diduga terkait tambang emas ilegal seharusnya menjadi peringatan serius. Namun, alih-alih berhenti, aktivitas penambangan tanpa izin (PETI) kembali berlangsung. Pada 6 Januari 2025, tim media mendapati dua ekskavator aktif di bantaran Sungai Batang Hari, Jorong Pulau Panjang, Nagari Lubuk Ulang Aling, Kecamatan Sangir Batang Hari.

Ironisnya, kegiatan ini terjadi bersamaan dengan pergantian Kapolda Sumatera Barat, seolah memberi pesan bahwa tambang ilegal ini kebal terhadap hukum.

Dalam investigasi, dua alat berat terlihat mengeruk emas di tepi sungai. Warga setempat menyebut bahwa aktivitas ini baru dimulai lagi setelah sempat terhenti akibat insiden penembakan.

“Kalau tidak salah, baru mulai lagi, Pak. Setelah ada kejadian polisi ditembak, semua aktivitas sempat berhenti di wilayah ini,” kata salah satu warga.

Namun, berhentinya aktivitas itu hanya sementara. Selain di Pulau Panjang, tambang ilegal dengan alat berat juga marak di Batang Sakia, Kecamatan Tigo Lurah. Ironisnya, aktivitas ini didukung bahan bakar subsidi yang disuplai dari Dharmasraya, membuat pelanggaran ini semakin dalam.

Aktivitas PETI ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi ancaman serius bagi lingkungan dan kehidupan masyarakat. Pengerukan alat berat menyebabkan erosi di bantaran sungai, mempercepat degradasi lahan, dan merusak ekosistem sungai. Habitat makhluk hidup di sungai terganggu, dan risiko bencana ekologis meningkat.

Lebih jauh, bahan bakar subsidi yang digunakan untuk operasi tambang ini merupakan pengkhianatan terhadap keadilan sosial. BBM yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat miskin justru dimanfaatkan oleh kelompok yang mencari keuntungan dari kerusakan lingkungan.

Tambang ilegal tak hanya merusak lingkungan, tetapi juga merusak harmoni sosial. Persaingan di antara pelaku tambang, ketegangan antarwarga, hingga dugaan keterlibatan aparat menciptakan konflik yang sulit diatasi. Masyarakat yang merasa diabaikan oleh hukum semakin kehilangan kepercayaan kepada aparat penegak hukum.

“Mereka seperti punya beking kuat. Apa pun yang terjadi, mereka selalu bisa kembali bekerja,” ungkap seorang warga dengan nada kecewa.

Kapolda Sumatera Barat yang baru menghadapi ujian berat. Presiden dan Komisi III DPR RI telah memberikan arahan untuk menghentikan tambang ilegal di wilayah ini, tetapi implementasi di lapangan masih jauh dari harapan.

Keberanian dan integritas aparat penegak hukum menjadi kunci. Penertiban tambang ilegal membutuhkan langkah tegas, bukan sekadar formalitas atau retorika. Masyarakat Solok Selatan menunggu bukti nyata bahwa hukum masih bisa ditegakkan tanpa pandang bulu.

Perjuangan melawan tambang ilegal adalah perjuangan untuk masa depan. Masa depan yang bebas dari kerusakan lingkungan, konflik sosial, dan ketidakadilan.

Penertiban tambang ilegal bukan sekadar persoalan menutup alat berat atau menghentikan aktivitas pengerukan. Ini adalah persoalan keberanian untuk melawan sistem yang korup, melawan ketidakpedulian, dan melindungi apa yang seharusnya menjadi hak semua orang: lingkungan yang sehat dan kehidupan yang damai.

Masyarakat Solok Selatan, dan kita semua, menunggu langkah nyata. Apakah hukum benar-benar berlaku untuk semua, atau hanya untuk mereka yang tak memiliki kekuatan besar di baliknya?

Tim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *