Pasaman,Tikala.com“Pada dasarnya tidak ada keharusan bagi setiap orang untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh pers”. Hal tersebut dikatakan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Pasaman Rismainaldi kepada media ini Sabtu (06/11).
Rismainaldi menyampaikan hal tersebut bukan tanpa alasan, “kadangkala di lapangan sering terjadi miskomunikasi, sehingga dalam menjalan tugas antara wartawan dan Nara sumber terkesan kurang harmonis”, ucap Rismainaldi.
Seringkali dalam menjalankan kegiatan pers, permintaan informasi melalui suatu pertanyaan yang tidak sungguh-sungguh dan tidak beritikad baik serta tidak memiliki tujuan yang jelas seperti permintaan informasi yang remeh temeh, bagi Nara sumber hal tersebut jangan dihiraukan dan tidak perlu mendapat perhatian serius karena cenderung mengarah pada situasi yang menjengkelkan dan akan menjadi pertikaian.
Rismainaldi, Pimpinan Umum media Online Investigasi.news juga memberikan pandangan, seperti ada seorang yang diselidiki atau disidik dengan suatu kasus oleh pihak Kepolisian, jika ditanya atau sebelum ditanya polisi, pihak polisi selalu mengeluarkan pernyataan kepada seseorang tersebut, dengan kata”, anda mempunyai hak untuk tidak menjawab atas pertanyaan”, begitulah hukum yang selalu menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban”, ucapnya
Lebih lanjut Rismainaldi menjelaskan, apabila pemberitaan pers merugikan orang tersebut, maka orang yang bersangkutan memiliki dua hak yang dalam UU Pers dikenal dengan sebutan hak jawab atau hak koreksi.
“Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya, itu tercantum pada UU Pers. Sedangkan hak koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberikan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain”, ungkapnya.
“Selanjutnya, atas kedua hak tersebut, pers wajib melayani hak jawab dan hak koreksi sebagaimana yang diatur dalam UU Pers dan pers sendiri memiliki kewajiban koreksi, yakni keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan”, paparnya.
“Kemudian, bagi perusahaan pers yang melanggar ketentuan kewajiban untuk melayani hak jawab, bisa dipidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”, tegas Rismainaldi.
“Tapi jangan main-main, pers tidak hanya memberikan ruang terhadap Nara sumber, disini UU juga memberikan hak dan perlindungan kepada wartawan untuk mendapatkan informasi. Pada UU PERS 40/99 Pasal 18 Ayat 1 Barang siapa dengan sengaja, menghalangi tugas wartawan akan dikenakan hukuman penjara dua tahun atau denda Rp. 500.000.000,-“, tutup Rismainaldi
Tim