JAKARTA,Tikalak.com–DPD RI menerima Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2022 serta penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. DPD RI melalui Komite IV dan Badan Akuntabilitas Publik (BAP) akan menindaklanjuti laporan tersebut sebagai upaya perwujudan tata kelola keuangan yang transparan dan akuntabel.
“Terima kasih kepada Ketua BPK RI atas IHPS I tahun 2022 telah kami terima, secara khusus akan kami pelajari dan kami tindaklanjuti melalui Komite IV dan BAP DPD RI,” ucap Ketua DPD RI LaNyalla Mahmud Mattalitti saat Sidang Paripurna DPD RI Masa Sidang I Tahun 2022-2023 di Nusantara V Komplek Parlemen, Jakarta, Jumat (7/10).
LaNyalla menambahkan bahwa dari berbagai laporan dan catatan yang telah disampaikan oleh Ketua BPK RI. Ketua DPD RI akan meminta seluruh Anggota dan Alat Kelengkapan DPD RI untuk menjadi bahan bersinergi dengan pemerintah daerah. “Ini bisa menjadi bahan bersinergi dengan pemerintah daerah khususnya dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK RI, demi perbaikan dan terwujudnya tata kelola keuangan yang transparan dan akuntable,” tuturnya.
Selain itu, BPK RI juga sedang melakukan audit kinerja DPD RI atas penilaian terhadap kinerja lembaga. Audit ini juga baru pertama kali dilakukan, DPD RI akan menjadi yang pertama di lingkungan lembaga negara.
“Audit ini upaya untuk meningkatkan transparansi, efisiensi, dan efektifitas kinerja suatu negara. Maka Pimpinan DPD RI menghimbau agar kita (DPD RI) dapat menyampaikan informasi sesuai dengan ketentuan dalam rangka optimalisasi kinerja lembaga,” terang LaNyalla.
Ketua BPK RI Isman Yatun menjelaskan IHPS I tahun 2022 ini pihaknya telah memuat ringkasan dari 771 LHP, yang terdiri atas 682 LHP keuangan, 41 LHP kinerja, dan 48 LHP dengan tujuan tertentu. Bahkan BPK juga mengungkap 9.158 temuan yang memuat 16.674 permasalahan sebesar Rp.18,37 triliun.
“Sebanyak 51,8 persen atau 8.116 permasalahan merupakan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan sebesar Rp.17,33 triliun, kemudian 44,8 persen atau 7.020 dari permasalahan itu berkaitan dengan kelemahan sistem pengendalian intern (SPI), dan 3,4 persen atau 538 permasalahan terkait ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan (3E) sebesar Rp.1,04 triliun,” kata Isman Yatun.
Ia juga mencatat permasalahan ketidakpatuhan pada IHPS mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan sebanyak 67,3 persen atau 5.465 permasalahan sebesar Rp.17,33 triliun serta ketidakpatuhan berupa penyimpangan administrasi sebanyak 32,7 persen atau 2.651 permasalahan. “Atas permasalahan itu, selama proses pemeriksaan, tindak lanjut entitas dengan penyetoran uang atau penyerahan aset baru sebesar Rp. 2,41 triliun atau 13,9 persen,” imbuh Isman Yatun.