Tikalak.com–“Selama ini, kinerja DPD RI diatur dalam satu UU MD3. Makanya, sulit melangkah secara maksimal. Serasa ada pembatasan peran. Sungguh rugi jika kita menggunakan kacamata kepentingan rakyat dan negara. Karena itu, sudah seharusnya dan saatnya kinerja DPD RI diatur dalam UU tersendiri, bukan undang-undang yang bersifat umum sebagaimana yang tertuang dalam UU MD3 itu”, papar M. Syukur, Ketua Kelompok DPD RI saat bersilaturahim ke kediaman Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo yang di dampingi oleh ketua PPUU dan beberapa anggota kelompk DPD RI di Komplek Widya Chandra, Jumat pagi sekitar jam 10:00, 7 Oktober.
Kunjungan informal, tapi resmi ini merupakan tindak lanjut dari silaturahim beberapa hari lalu sejalan dengan keinginan Ketua MPR yang mendorong DPD untuk melangkah secara maksimal sesuai fungsinya. Tentu, untuk kepentingan daerah secara nasional sebagai pertanggyungjawaban moral para wakil daerh. Berarti, sesungguhnya untuk kepentingan negeri ini. Dalam kunjungan cukup santai itu, Syukur selaku Ketua Kelompok DPD mempertegas sikap dan keinginannya, bahwa untuk melangkah maksimal sesuai kewenangan dan fungsinya, maka DPD sudah saatnya memiliki UU tersendendiri, bersifat lex specialis.
Sifat lex specialis UU DPD itu – lanjut Syukur – merupakan terminologi yang dipilih oleh para perumus perubahan UUD NRI 1945 untuk membedakan terminologif rasa “diatur dalam Undang-undang”. Terminologi lex specialis itu pun sebenarnya telah ditafsirkan oleh Mahkamah Konstitusi atas frasa “diatur dalam UU terkait” itu. Dalam realitasnya, frasa yang sejatinya masuk dalam terminologi diatur dalam UU, kita jumpai pada UU Kekuasaan Kehakiman (Pasal 24A Ayat 5 UUD NRI 1945) yang menyatakan, “susunan, kedudukan dan keanggotaan dan hukum acara Mahkamah Agung serta peradilan di bawahnya diatur dengan UU. Tentang Mahkamah Konstitusi (Pasal 24C Ayat 6 UUD NRI 1945, juga diatur dengan UU. Komisi Yudisial juga diatur dengan UU (Pasal 28B Ayat 4 UUD NRI 1945.
“Dalam praktiknya, ketiga lembaga tinggi negara itu berlaku UU khusus (lex specialis). Inilah yang dimaksud Mahkamah Konstitusi (MK) ketika memberikan tafsir atas frasa “diatur dalam Undang-undang” pada UU MD3 terkait DPD RI. Ketika kinerja DPD dipaksakan ada dalam UU MD3, maka sikap itu sesungguhnya keluar dari tafsir MK. Dan itu bisa dikategorikan
inkonstitusional.
“Sebagai ketaatan dan rasa hormat terhadap konstitusi, maka DPD memang harus melangkah sesuai tafsir MK itu yang memberlakukan UU lex specialis bagi DPD. Berarti, DPD harus punya UU tersendiri. Dan filsosofinya jelas: kinerja DPD terkait kepentingan daerah akan jauh lebih memberikan manaaf bagi negeri ini. Tentu, bermanfaat bagi rakyat negeri ini”, pungkas M. Syukur sembari menegaskan, DPD harus proaktif terhadap dinamika kebutuhan rakyat seperti yang sekarang ini lagi merancang pokok-pokok Haluan negara (PPHN). Tentu, DPD harus merespon kebutuhan legislasi lainnya sesuai tuntutan obyektif kenegaraan.