Nasional. InvestigasiNews. Proyek RIMBA hadirkan sinergi pemerintah dan akademisi untuk tata ruang ekologis berkelanjutan di Riau, Jambi, dan Sumatra Barat
Untuk memperkuat pengelolaan ruang secara berkelanjutan di wilayah Sumatra, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus mengambil langkah konkret. Salah satu langkah tersebut diwujudkan melalui penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dalam Proyek RIMBA Swakelola Tipe II.
Kerja sama ini dijalankan oleh Direktorat Jenderal Tata Ruang sebagai bentuk sinergi antara pemerintah dan lembaga pendidikan tinggi. Adapun tiga perguruan tinggi yang digandeng dalam proyek ini adalah Universitas Riau, Universitas Andalas, serta Universitas Jambi.
Kerja sama ini sangat krusial, terutama untuk melindungi wilayah-wilayah yang menjadi tempat tinggal masyarakat adat di kawasan ekologis Jambi, Riau, dan Sumatra Barat. Kita harus memberikan kepastian hukum bagi mereka serta memastikan keberadaan mereka tercermin dalam kebijakan penataan ruang,” ujar Suyus Windayana, Direktur Jenderal Tata Ruang, saat menyampaikan pernyataannya dalam pertemuan yang digelar di Ruang Bromo, Gedung Ditjen Tata Ruang.
Proyek RIMBA adalah inisiatif strategis yang bertujuan menjaga kelestarian keanekaragaman hayati sekaligus memperkuat perencanaan tata ruang yang ramah lingkungan, khususnya di tiga provinsi utama: Riau, Jambi, dan Sumatra Barat.
Program ini dirancang sebagai langkah nyata dalam menyeimbangkan pembangunan dengan perlindungan lingkungan di wilayah-wilayah yang memiliki nilai ekologis tinggi.
Direktur Jenderal Tata Ruang menyampaikan rasa terima kasihnya atas keterlibatan banyak pihak dalam mendukung pelaksanaan proyek ini, termasuk kontribusi dari pemerintah daerah dan komunitas akademik yang turut aktif memberikan masukan.
RIMBA bukan semata-mata berfokus pada pelestarian keanekaragaman hayati, tetapi juga mendorong adanya keselarasan antara aktivitas pembangunan dan upaya menjaga lingkungan.
“Perencanaan tata ruang harus mampu menciptakan keseimbangan antara kawasan hijau, industri, dan permukiman, supaya pembangunan tetap berkelanjutan dan mendukung kehidupan semua makhluk,” ujar Suyus Windayana dengan penekanan.
Kolaborasi yang tertuang dalam Perjanjian Kerja Sama ini mencakup tiga poin utama, yaitu merancang jalur pergerakan dan migrasi satwa, menyusun strategi pemulihan kawasan gambut, serta mendukung penyusunan rencana penggunaan lahan yang melibatkan partisipasi masyarakat, termasuk menawarkan solusi atas permukiman yang belum memiliki izin resmi.
Direktur Perencanaan Tata Ruang, Nuki Harniati, menyampaikan harapannya agar sinergi dengan kalangan akademisi bisa menghasilkan rekomendasi kebijakan yang dapat diterapkan secara nyata. ( Wahyu/Red)